Laman

Rabu, 20 Juni 2012

Serba-Serbi Probiotik

Benarkah kandungan probiotik dalam susu bubuk formula bayi masih ada? Pertanyaan ini muncul ketika terpikir dalam benak untuk mencoba membuat yoghurt. Dari beberapa artikel yang saya baca, yoghurt yang terkenal sebagai makanan fungsional (functional food) pun ada yang tidak memiliki kandungan probiotik lagi, dikarenakan setelah proses fermentasi pembuatan yoghurt, dilakukan proses sterilisasi atau pasteurisasi sehingga bakteri baik dalam yoghurt tidak ada lagi. Makanan ini kemudian disebut sebagai produk minuman fermentasi. Jika makanan/minuman sejenis yoghurt saja ada yang sudah tidak memiliki kandungan probiotik lagi, apatah lagi susu bubuk yang diproses dengan spray drying?

Pertanyaan ini kemudian terjawab setelah saya membaca tulisan Prof. Made Astawan (ahli Pangan dari IPB) yang mengatakan bahwa kandungan probiotik pada susu bubuk (terutama formula bayi) masih tetap ada dikarenakan proses yang digunakan adalah cold spray draying sehingga bakteri masih tetap dalam kondisi setengah hidup (dorman). Baru kemudin setelah disajikan dengan air hangat 45 derajat Celsius, bakteri-bakteri baik ini dapat hidup kembali dan mampu menuju tempat sasarannya yaitu di dalam usus dan saluran pencernaan untuk melindungi dari serangan bakteri-bakteri jahat penyebab diare dan penyakit gastrointestinal lainnya.

Lalu muncul pertanyaan lagi dalam pikiran saya, apakah ada probiotik yang mampu melawan bakteri jahat penyebab penyakit maag (Helicobacter pylori) yang sering dialami anak-anak sampai orang dewasa? Apakah minuman probiotik yang diklaim mengandung bakteri baik (Lactobacillus casei Shirota) yang telah dioptimasi sehingga tahan pada suhu tinggi dapat melawan bakteri penyebab maag? Lalu bagaimana dengan rasanya yang asam, apakah dapat diterima oleh lambung yang telah teriritasi akibat tingginya kandungan asam pada lambung?


Selasa, 01 Mei 2012

Tips Menyeduh Teh Hijau dan Teh Herbal


Agar khasiat yang terkandung dalam teh herbal tidak hilang, maka dalam menyeduhnya perlu tips tersendiri yang sebenarnya sangat mudah dilakukan.
  1. Hampir sama dengan ketika Sahabat membuat minuman susu formula untuk anak bayi > 6 bulan, yaitu dengan air mendidih yang telah didinginkan pada suhu hangat agar kandungan nutrisi, terutama vitamin tidak rusak, maka sama halnya ketika Sahabat menyeduh teh herbal, cukup dengan air panas-hangat pada suhu sekitar 70 - 80 derajat Celsius.Hal ini bertujuan agar kandungan antioksidan dalam teh herbal tidak rusak atau berkurang aktifitasnya. Untuk jenis-jenis teh lainnya, sebenarnya juga memiliki tingkat kepansan tersendiri, tetapi pada umumnya pada range dibawah 100 derajat Celsius, kecuali pada teh hitam dengan suhu 100 derajat Celsius pun masih diperbolehkan.
  2. Waktu untuk menyeduh teh cukup 5-7 menit. Bahkan untuk teh celup ada yang mengatakan cukup 3 menit. Kenapa? Ada yang mengatakan bahwa kertas yang digunakan sebagai kantong teh celup mengandung klorin, dimana klorin berfungsi sebgai pemutih dalam pembuatan kertas yang terbuat dari serbuk kayu yang berwarna cokelat. Padahal klorin dalam jumlah tertentu dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Kupasan lebih jelasnya dapat dilihat disini. Adapun untuk teh seduh, dapat lebih lama 5-7 menit, mungkin berkaitan dengan efektifitas zat-zat aktif seperti EGCG (epigallocatechin gallate) sebagai antioksidan dan zat-zat lainnya optimal keluar/larut pada waktu 5-7 menit. Hanya saja saya belum menemukan penelitiaan tentang ini. Barangkali diantara Sahabat ada yang sudah mengetahuinya?? 
  3. Teh yang telah diseduh semalaman, jika disimpan pada suhu kamar bisanya sudah basi, sehingga tidak dapat dikonsumsi lagi karena dapat menyebabkan diare. 
  4. Dalam penyajian teh, apabila ditambah gula atau madu, maka dalam pengadukannya tidak boleh memutar 360 derajat, cukup diaduk setengah putaran bolak-balik seperti mengaduk dari arah jam 12 ke arah jam 6. Kenapa? Saya juga masih belum tahu. Sumbernya bisa dilihat disini pada paragraf terakhir :)
  5. Saat yang tepat mengkonsumsi teh, buat kita sudah lazim di pagi hari sebagai teman sarapan ya?? Tetapi ternyata secara internasional lebih umum meminum teh pada siang/sore dan malam hari. Mungkin ini tidak menjadi persoalan, hanya perbedaan budaya saja hehe :)
  6. Adapun untuk penyimpanan teh sebaikanya dalam tempat tertutup untuk mencegah terjadinya oksidasi dan tidak lembab (kering) untuk mencegah tumbuhnya jamur. 

Senin, 30 April 2012

Khasiat Centella Asiatica


Merasa penasaran dengan khasiat Catella dapat meningkatkan fungsi dan kerja otak, maka saya browsing-browsing via mbah Google sebenarnya benar gak sih apa yang disebut "brain food" atau nutrisi untuk otak? Sambil teringat dengan jelas dalam memori iklannya Gingko biloba yang mampu meningkatkan daya ingat, saya menemukan beberapa artikel yang menulis tentang ini. Diantara tulisan-tulisan itu, ada yang mengatakan bahwa banyak jenis makanan yang dapat meningkatkan kerja otak, yaitu daging tanpa lemak, susu, yogurt, kacang-kacangan, oat, gandum utuh, telur, ikan salmon, buah bery, dan sayur-sayuran terutama berwarna yang kaya akan antioksidan. Selain sepuluh jenis makana diatas, kebiasaan sarapan pagi juga dipercaya dapat meningkatkan kinerja otak dan juga kinerja tubuh lainnya dalam beraktifitas.

 Nah, selain beberapa tulisan diatas, ada satu tulisan menarik yang mengupas tentang khasiat dan serba-serbi tentang Pegagan atau Centella yang ditulis disini. Dari tulisan ini dapat diketahui bahwa kandungan kimia asiaticosida pada Centella telah teruji secara klinis mampu meningkatkan aliran darah dengan cara merivitalisasi sel-sel dalam tubuh terutama aliran darah yang menuju ke sel-sel syaraf otak, sehingga aliran darah menuju otak menjadi lancar. Dengan lancarnya aliran darah tersebut, maka kerja otak semakin ringan sehingga lebih rileks dan dari hasil penelitian di India (sayang peneilitnya belum dapat diketahui) dengan mengkonsumsi Pegagan/Centella mampu meningkatkan kemapuan IQ dan EQ anak didik.

 Selain tulisan diatas, ada juga penelitian dari IPB oleh Muhamad Adil Roni yang mengupas tentang kinerja atau kemampuan antioksidan dari Minuman Instan Centella Green Tea Plus Daun Jeruk diketahui bahwa Centella memiliki kemampuan antioksidan yang cukup baik, sehingga sangat bagus bagi tubuh untuk meminimalisir radikal bebas yang dapat memicu timbulnya berbagai macam penyakit, seperti kanker.

 Adapaun untuk rasa dan aroma Teh Centella yang mungkin masih terasa asing bagi yang belum pernah mengkonsumsinya, ada alternatif cara penyajian seperti pernah dilakukan penelitian oleh salah satu mahasiswa di Unand bahwa dengan campuran Centella dan Casia vera (Cinnamon) atau Kayu Manis dapat memberikan aroma yang lebih enak. Atau paduan Centella dengan Teh Hijau dan Daun Jeruk Purut, tetapi mungkin aroma astringent-nya masih terasa kuat, karena memang kandungan minyak atsiri pada daun jeruk purut sangata kuat. Jadi, bagi Sahabat yang ingin mencicipin Teh Herbal Centella ini, jangan takut dan khawatir, dijamin kalau Sahabat tahu khasiatnya dan manfaatnyaa, bagaimanapun aroma dan rasanya, apalagi harganya... :) tidak menjadi persoalan. Jika dibiasakan, itu semua akan hilang terbayarkan oleh badan yang terasa segar dan pikiran terasa longgar, lancar, dan pintar. Sangat cocok bagi Sahabat yang sedang memiliki program hafalan Al Quran :).

 Good Luck!

Rabu, 11 April 2012

Penggunaan Obat Herbal secara Rasional

Secara umum semua jenis obat herbal memang kecil sekali memiliki efek samping atau bisa dikatakan aman dari efek samping. Namun apakah lantas bebas semaunya sendiri dalam mengkonsumsinya, tidak menggunakan dosis penggunaan?? Tentu tidak! Meskipun aman dari efek samping, konsumsi obat herbal juga harus sesuai aturan dan cara pemakaian. Bahkan jika konsumsi obat herbal ini bersamaan dengan obat kimia dapat mengakibatkan menurunnya efektifitas dari kerja obat kimia tersebut maupun khasiat dari obat herbal itu sendiri. Oleh karena itu, disarankan dalam mengkonsuminya diberikan waktu jeda antara 1 jam lebih sebelum atau sesudah mengkonsumsi obat kimia yang biasa diberikan oleh dokter.


Obat herbal masih jarang digunakan sebagai resep dokter.
Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa sebagian besar dokter di Indonesia ataupun di negara yang lain, sedikit sekali yang menyarankan atau memberikan resep obat herbal sebagai obat untuk menyembukan sakit pasien. Hal ini wajar saja, dikarenakan obat herbal/obat tradisional dalam hirarki kualitas obat memang masih dibawah obat kimia. Kenapa? Hal ini dikarenakan obat herbal belum melalui uji klinis pada hewan uji ataupun pada manusia itu sendiri, sehingga khasiat penyembuhannya masih sebatas didasarkan pada keyakinan secara turun termurun (fakta empiris). Oleh karena itu, tingkat kepercayaan khasiat obat herbal bagi dunia medis masih kalah jauh dibandingkan dengan obat kimia.

Disisi lain, penggunaan obat herbal yang semakin marak di masyarakat memberikan angin optimisme bangkitnya perekonomian nasional, dikarenakan bahan baku pembuatanya berasal dari dalam negeri yang dapat memberdayakan masyarakat untuk membudidayakan dan memanfaatkan sumber daya alam hayati yang telah ada. Selain itu, dari sisi harga konsumen, obat herbal juga memiliki harga yang lebih murah, sehingga pemanfaatannya dapat lebih luas dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat baik dari kalangan ekonomi kelas atas, menengah, ataupun masyarakat kelas bawah.

Maka, sudah seyogyanyalah pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan juga kalangan akademisi sebagai penentu objektif keamanan dan khasiat obat, serta para dokter, apoteker dan tenaga paramedis lainnya untuk mulai menggalakan dan mensosialisasikan penggunaan obat tradisional secara tepat, benar dan rasional, sehingga dapat meminimalisir efek samping dari obat kimia, serta meningkatkan perekonomian masyarakat lokal.

Kamis, 05 April 2012

Diskusi Istilah Herbal

Dalam beberapa dekade akhir - akhir ini semakin marak penggunaan obat-obatan berbahan dasar dari alam/alami baik itu dari tumbuhan maupun hewan. Hal ini didorong semakin tingginya minat dan kesadaran masyarakat akan manfaat dan khasiat dari bahan-bahan tersebut yang tidak kalah dengan obat-obatan kimia atau sintetis.Selain itu, masyarakat juga semakin sadar akan adanya efek samping dari obat kimia yang tidak kecil resikonya. Oleh karena itu, semakin banyak masyarakat yang beralih kepada obat berbahan alam atau sering disebut obat tradisional, yang dalam dunia perdagangan/bisnis lebih familiar dengan istilah obat herbal.

Penggunaan istilah obat herbal ini pada hakikatnya tidak menyalahi arti atau makna dari istilah itu sendiri. Tetapi pemahaman masyarakat lah yang seringkali melebih-lebihkan sehingga istilah obat herbal ini digunakan untuk semua jenis obat tradisional, baik itu berasal dari tumbuhan ataupun hewan seperti madu, bee pollen dan royal jelly. Termasuk penggunaan istilah herbal untuk suatu produk sejenis teh instan (teh celup) ataupun teh seduh yang sebenarnya memang berasal dari herbal yaitu tanaman teh (Camelia sinensis) yang dicampur dengan aneka jenis rempah dan daun-daunan berkhasiat, seperti daun salam, seledri, centella dsb tetapi tetap dinamakan teh herbal.

Penamaan "teh herbal" secara tidak langsung mengasosiasikan bahwa ada jenis teh lain yang disebut teh non herbal, yang mungkin berasal dari hewan, semisal teh cacing, teh prebiotik, teh susu, dsb. Padahal yang benar dari dari sisi ilmu "terminology of tea" teh non herbal adalah teh hijau (green tea) itu sendiri yang sebenarnya termasuk jenis tanaman atau herbal. Jadi sampai disini yang salah dimana ya??

Senin, 26 Maret 2012

Analisis Lemak Total


A. Klasifikasi Lemak dan Minyak
1. Berdasarkan strukturnya
          a. Lemak sederhana (simple lipids)
Ester lemak – alkohol
Contohnya : ester gliserida, lemak, dan malam.
          b. Lemak komplek (composite lipids & sphingolipids)
Ester lemak – non alkohol
Contohnya : fosfolipid, glikolipid, aminolipid, lipoprotein.
          c. Turunan lemak (derived lipids)
Contohnya : asam lemak, gliserol, keton, hormon, vitamin larut lemak, steroid, karotenoid, aldehid asam lemak, lilin dan hidrokarbon.
2. Berdasarkan kejenuhannya
         a. Asam lemak jenuh
  Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak jenuh mempunyai rantai zig-zig yang dapat cocok satu sama lain, sehingga gaya tarik vanderwalls tinggi, sehingga biasanya berwujud padat. Contohnya ialah : asam butirat, asam palmitat, asam stearat.
         b. Asam lemak tak jenuh
Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya . asam lemak dengan lebih dari satu ikatan dua tidak lazim,terutama terdapat pada minyak nabati,minyak ini disebut poliunsaturat. Trigliserida tak jenuh ganda (poli-unsaturat) cenderung berbentuk minyak. Contohnya ialah : asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat.
3. Berdasarkan sifat mengering
        a. Minyak mengering (drying oil)
Minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika kena oksidasi , dan akan berubah menjadi lapisan tebal , bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Contoh: minyak kacang kedelai, minyakbiji karet
        b. Minyak setengah mengering (semi-drying oil)
Minyak yang mempunyai daya mengering yang lebih lambat. Contohnya: minyak biji kapas  minyak bunga matahari
        c. Minyak tidak mengering (non drying oil)
Contohnya : minyak zaitun, minyak buah persik, minyak kacang, dan minyak sapi

B. Sifat-sifat Kimia Lemak dan Minyak
1. Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan untuk merubah asam-asam lemak bebas dari trigliserida, menjadi bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut interifikasi serta penukaran ester (transesterifikasi)
2. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisis, lemak dan minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini mengakibatkan kerusakan lemak dan minyak. Hal ini terjadi disebabkan adanya sejumlah air dalam lemak dan minyak tersebut.
3. Penyabunan
Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah larutan basa kepada trigliserida. Bila reaksi penyabunan telah selesai, maka lapisan air yang mengandung gliserol dapat dipisahkan dengan cara penyulingan.
4. Hidrogenasi
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai karbon asam lemak atau minyak Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan disaring. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhan.
5. Pembentukan keton
Keton dihasilkan melalui penguraian dengan cara hidrolisa ester.
6. Oksidasi
Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan lemak atau minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada lemak atau minyak.

C. Pengujian
Pengujian lemak dan minyak yang umum dilakukan dapat dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan tujuannya yaitu;
1. Penentuan sifat fisik dan kimia minyak dan lemak. Data ini dapat diperoleh dari titik cair, bobot jenis, indeks bias, bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, bilangan iod, bilangan peroksida, bilangan Polenske, bilangan Krischner, bilangan Reichert-Meissel, komposisi asam-asam lemak, dan sebagainya.
2. Penentuan kuantitatif, yaitu penentuan kadar lemak dan minyak yang terdapat dalam bahan mkanan atau bahan pertanian.
3. Penentuan kualitas minyak sebagai bahan makanan, yang berkaitan dengan proses pengolahannya (ekstraksi) seperti ada tidaknya penjernihan (refining), penghilangan bau (deodorizing), penghilangan warna (bleaching). Penentuan kualitas minyak ini juga berkaitan dengan tingkat kemurnian minyak, daya tahannya selama penyimpanan, sifat gorengnya, baunya maupun rasanya. Parameter yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas ini semua dapat dilihat dari sebearapa besar angka asam lemak bebasnya (free fatty acid atau FFA), angka peroksida, tingkat ketengikan dan kadar air.

a. Cara Fisika
- Titik Cair
Titik cair suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemak penyusunnya, diantaranya panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tak jenuh. Semakin panjang rantai C-nya maka titik cair semakin tinggi. Sebaliknya, semakin banyak ikatan rangkap, maka titik cair semakin rendah. Hal ini disebabkan ikatan rangkap antar molekul asam lemak tak jenuh tidak lurus sehingga kurang kuat ikatannya. Adapun bentuk trans menyebabkan titik cair lebih tinggi daripada asam lemak dalam bentuk cis.
- Bobot Jenis
Merupakan perbandingan berat suatu volume minyak pada suhu 25 0C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Bobot jenis ini dapat diukur menggunakan alat yang dinamakan piknometer.
- Indeks Bias
Pengukuran indeks bias berguna untuk menguji kemurnian minyak atau lemak. Semakin panjang rantai C, semakin banyak ikatan rangkap, dan semakin tinggi suhu berbanding lurus dengan besarnya indeks bias. Pengukuran indeks bias minyak dilakukan pada suhu 25 0C dan lemak pada suhu 40 0C. Alat yang digunakan untuk mengukur indeks bias ini dinamakan refraktometer.

b. Cara Kimia
- Bilangan Asam
Didefiniskan sebagai jumlah KOH (mg) yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram zat. Bilangan asam ini menunjukan banyaknya asam lemak bebas dalam suatu lemak atau minyak. Penentuannya dilakukan dengan cara titrasi menggunakan KOH-alkohol dengan ditambahkan indikator pp.
- Bilangan Penyabunan
Didefiniskan sebagai jumlah KOH (mg) yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas dan asam lemak hasil hidrolisis dalam 1 gram zat. Penentuannya dilakukan dengan cara me-refluks dengan larutan KOH-alkohol selama 30 menit, didinginkan, lalu dititrasi kembali kelebihan KOH dengan larutan baku HCL.
- Bilangan Ester
Didefiniskan sebagai jumlah KOH (mg) yang diperlukan untuk menyabunkan satu (1) gram zat. Bilangan ester = bilangan penyabunan – bilangan asam.
- Bilangan Iod
Didefinisikan sebagai jumlah Iodium (mg) yang diserap oleh 100 g sampel. Bilangan iod ini menunjukan banyaknya asam-asam lemak tak jenuh baik dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk ester-nya disebabkan sifat asam lemak tak jenuh yang sangat mudah menyerap iodium.
- Bilangan Peroksida
Didefiniskan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg) minyak atau lemak. Bilangan peroksida ini menunjukan tingkat kerusakan lemak atau minyak.

c. Analisis Lemak Total
- Ekstraksi menggunakan pelarut non polar dalam suasana asam à dikeringkan à labu ditimbang. Dihitung selisih antara labu kosong dengan labu akhir pengujian.
- Kadar Lemak Total = w.awal – w.akhir x 100%
w.bahan
Referensi :
- Herlina, Netti dan Ginting, M Hendra, 2002, Lemak dan Minyak, Jurusan Teknik Kimia Universitas Sumatra Utara.
- Rohman, Abdul dan Soemantri, 2007, Analisis Makanan, UGM Press, Yogyakarta

Jumat, 23 Maret 2012

Analisis Karbohidrat


Secara sederhana dapat diartikan bahwa karbohidrat ialah suatu senyawa yang terdiri dari molekul-molekul karbon (C), hydrogen (H) dan oksigen (O) atau karbon dan hidrat (H2O) sehingga dinamaka karbo-hidrat. Dalam tumbuhan senyawa ini dibentuk melaui proses fotosintesis antara air (H2O) dengan karbondioksida (CO2) dengan bantuan sinra matahari (UV) menghasilkan senyawa sakarida dengan rumus (CH2O)n.

Ada banyak fungsi dari karbohidrat dalam penerapannya di industri pangan, farmasi maupun dalam kehidupan manusia sehari-hari. Diantara fungsi dan kegunaan itu ialah :
a. Sebagai sumber kalori atau energi
b. Sebagai bahan pemanis dan pengawet
c. Sebagai bahan pengisi dan pembentuk
d. Sebagai bahan penstabil
e. Sebagai sumber flavor (karamel)
f. Sebagai sumber serat

Karbohidrat dapat digolongan menjadi dua (2) macam yaitu karbohidrat sederhana dengan karbohidrat komplek atau dapat pula menjadi tiga (3) macam, yaitu :
a. Monosakarida (karbohidrat tunggal)
Kelompok monosakarida dibedakan menjadi dua (2) macam, yaitu pentosa yang tersusun dari lima (5) atom karbon (arabinosa, ribose, xylosa) dan heksosa yang tersusun dari enam (6) atom karbon (fruktosa/levulosa, glukosa, dan galaktosa).
Struktu glukosa dan fruktosa digunakan sebagai dasar untuk membedakan antara gula reduksi dan gula non-reduksi. Penamaan gula reduksi ialah didasarkan pada adanya gugus aldehid (–CHO pada glukosa dan galaktosa) yang dapat mereduksi larutan Cu2SO4 membentuk endapan merah bata. Adapun gula non-reduksi ialah gula yang tidak dapat mereduksi akibat tidak adanya gugus aldehid seperti pada fruktosa dan sukrosa/dektrosa yang memiliki gugus keton (C=O).

b. Oligosakarida (tersusun dari beberapa monosakarida)
Kelompok ini terdiri dari banyak jenis, seperti disakarida, trisakarida, tetrasakarida, dll. Namun paling banyak dipelajari ialah kelompok disakarida yang terdiri dari maltosa, laktosa dan sukrosa (dekstrosa). Dua dari jenis disakarida ini termasuk gula reduksi (laktosa dan maltosa) sedangkan sukrosa tidak termasuk gula reduksi (nonreducing).

c. Polisakarida (tersusun lebih dari 10 monosakarida)
Kelompok ini terdiri dari tiga (3) jenis yaitu :
1. Homopolisakarida
Yaitu polisakarida yang tersusun atas satu jenis dari monosakarida yang diikat oleh ikatan glikosida, seperti galactan, mannan, fructosans, dan glucosans (cellulose, dextrin, glycogen, dan starch/pati)
2. Heteropolisakarida
3. Polisakarida mengandung N (chitin)
          
          Pengujian Karbohidrat
a. Uji Kualitatif
Pengujian ini dapat dilakukan dengan dua (2) macam cara, yaitu; pertama menggunakan reaksi pembentukan warna dan yang kedua menggunakan prinsip kromatografi (TLC/Thin Layer Cromatograpgy, GC/Gas Cromatography, HPLC/High Performance Liquid Cromatography). Dikarenakan efisiensi pengujian, pada umumnya untuk pengujian secara kualitatif hanya digunakan prinsip yang pertama yaitu adanya pembentukan warna sebagai dasar penentuan kandungan karbohidrat dalam suatu bahan. Sedikitnya ada tujuh (7) macam reaksi pembentukan warna, yaitu :
1. Reaksi Molisch
KH (pentose) + H2SO4 pekat à furfural à + a naftol à warna ungu
KH (heksosa) + H2SO4 pekat à HM-furfural à + a naftol à warna ungu
Kedua macam reaksi diatas berlaku umum, baik untuk aldosa (-CHO) maupun karbohidrat kelompok ketosa (C=O).
2. Reaksi Benedict
KH + camp CuSO4, Na-Sitrat, Na2CO3 à Cu2O endapan merah bata
3. Reaksi Barfoed
KH + camp CuSO4 dan CH3COOH à Cu2O endapan merah bata
4. Reaksi Fehling
KH + camp CuSO4, K-Na-tatrat, NaOH à Cu2O endapan merah bata
Ketiga reaksi diatas memiliki prinsip yang hampir sama, yaitu menggunakan gugus aldehid pada gula untuk mereduksi senyawa Cu2SO4 menjadi Cu2O (enpadan berwarna merah bata) setelah dipanaskan pada suasana basa (Benedict dan Fehling) atau asam (Barfoed) dengan ditambahkan agen pengikat (chelating agent) seperti Na-sitrat dan K-Na-tatrat.
5. Reaksi Iodium
KH (poilisakarida) + Iod (I2) à warna spesifik (biru kehitaman)
6. Reaksi Seliwanoff
KH (ketosa) + H2SO4 à furfural à + resorsinol à warna merah.
KH (aldosa) + H2SO4 à furfural à + resorsinol à negatif
7. Reaksi Osazon
Reaksi ini dapat digunakan baik untuk larutan aldosa maupun ketosa, yaitu dengan menambahkan larutan fenilhidrazin, lalu dipanaskan hingga terbentuk kristal berwarna kuning yang dinamakan hidrazon (osazon).

b. Uji Kuantitatif
Untuk penetapan kadar karbohidrat dapat dilakukan dengan metode fisika, kimia, enzimatik, dan kromatografi (tidak dibahas).
                        1. Metode Fisika
Ada dua (2) macam, yaitu :
a. Berdasarkan indeks bias
Cara ini menggunakan alat yang dinamakan refraktometer, yaitu dengan rumus :
X = [(A+B)C - BD)]
4
dimana :
X = % sukrosa atau gula yang diperoleh
A = berat larutan sampel (g)
B = berat larutan pengencer (g)
C = % sukrosa dalam camp A dan B dalam tabel
D = % sukrosa dalam pengencer B
b. Berdasarkan rotasi optis
Cara ini digunakan berdasarkan sifat optis dari gula yang memiliki struktur asimetrs (dapat memutar bidang polarisasi) sehingga dapat diukur menggunakan alat yang dinamakan polarimeter atau polarimeter digital (dapat diketahui hasilnya langsung) yang dinamakan sakarimeter.
Menurut hokum Biot; “besarnya rotasi optis tiap individu gula sebanding dengan konsentrasi larutan dan tebal cairan” sehingga dapat dihitung menggunakan rumus :
[a] D20 = 100 A
L x C
dimana :
[a] D20 = rotasi jenis pada suhu 20 oC menggunakan
D = sinar kuning pada panjang gelombang 589 nm dari lampu Na
A = sudut putar yang diamati
C = kadar (dalam g/100 ml)
L = panjang tabung (dm)
sehingga C = 100 A
L x [a] D20
                 
                  2. Metode Kimia
Metode ini didasarkan pada sifat mereduksi gula, seperti glukosa, galaktosa, dan fruktosa (kecuali sukrosa karena tidak memiliki gugus aldehid). Fruktosa meskipun tidak memiliki gugus aldehid, namun memiliki gugus alfa hidroksi keton, sehingga tetap dapat bereaksi.
Dalam metode kimia ini ada dua (2) macam cara yaitu :
a. Titrasi
Untuk cara yang pertama ini dapat melihat metode yang telah distandarisasi oleh BSN yaitu pada SNI cara uji makanan dan minuman nomor SNI 01-2892-1992.
b. Spektrofotometri
Adapun untuk cara yang kedua ini menggunakan prinsip reaksi reduksi CuSO4 oleh gugus karbonil pada gula reduksi yang setelah dipanaskan terbentuk endapan kupru oksida (Cu2O) kemudian ditambahkan Na-sitrat dan Na-tatrat serta asam fosfomolibdat sehingga terbentuk suatu komplek senyawa berwarna biru yang dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm.
                 
                 3. Metode Enzimatik
Untuk metode enzimatis ini, sangat tepat digunakan untuk penentuan kagar suatu gula secara individual, disebabkan kerja enzim yang sangat spesifik. Contoh enzim yang dapat digunakan ialah glukosa oksidase dan heksokinase Keduanya digunakan untuk mengukur kadar glukosa.
a. Glukosa oksidase
D- Glukosa + O2 oleh glukosa oksidase à Asam glukonat dan H2O2
H2O2 + O-disianidin oleh enzim peroksidase à 2H2O + O-disianidin teroksdasi yang berwarna cokelat (dapat diukur pada l 540 nm)
b. Heksokinase
D-Glukosa + ATP oleh heksokinase à Glukosa-6-Phospat +ADP
Glukosa-6-Phospat + NADP+ oleh glukosa-6-phospat dehidrogenase à Glukonat-6-Phospat + NADPH + H+ Adanya NADPH yang dapat berpendar (memiliki gugus kromofor) dapat diukur pada l 334 nm dimana jumlah NADPH yang terbentuk setara dengan jumlah glukosa.

Referensi : Rohman, Abdul dan Soemantri, 2007, Analisis Makanan, UGM Press, Yogyakarta

Kamis, 01 Maret 2012

Analisis Protein Kasar


Fungsi Protein
o Zat pembentuk sel baru
o Zat penyusun sel seperti; nukleoprotein, enzim, hormon, antibodi, dan kontraksi
o Zat pengganti sel rusak
o Sumber energi (4 kkal/gram)

Pengertian
o Polimer dengan asam amino sebagai monomer-monomernya.
o Polipeptida rantai panjang dengan salah satu ujungnya berupa asam karboksilat dan ujung lainnya gugus amina.
o Makromolekul (BM > 40.000) dan termasuk juga kelompok makronutrien.

Pengujian
o Kualitatif
1. Biuret
Protein + (CuSO4++NaOH 20 %) à biru lembayung
2. Millon
Protein + Hg2(NO3)2 à merah (gugus fenol pada asam amino tirosin)
3. Ninhidrin
Protein + pereaksi ninhidrin à biru lembayung
o Kuantitatif
1. Volumetri
- Kjeldahl
Mengukur kadar protein total berdasarkan jumlah nitrogen yang terdapat dalam sampel à cocok untuk protein tak larut atau terkoagulasi akibat pemanasan dalam pengolahan.
Prinsipnya ialah melakukan tiga tahap pengujian, yaitu :
- Destruksi : mengubah N dalam protein menjadi (NH4) 2SO4
- Destilasi : memecah (NH4)2SO4 à NH3 ditangkap oleh asam
                        - Titrasi : mengukur sisa asam yang tidak bereaksi dengan NH3
                  Kadar protein akhir dihitung berdasarkan rumus sbg berikut :
= V NaOH (blanko) – V NaOH (sampel) x N NaOH x 14,008 x 100% Fk
sampel (mg)
- Titrasi Formol
Gugus amina diikat oleh formaldehid, sehingga protein menjadi bersifat asam à dapat dititrasi menggunakan basa NaOH à cocok untuk produk susu.
2. Gasometri
  Protein + asam nitrit menghasilkan gas N2 à dimurnikan dengan kalium permanganat kemudian dapat diukur volumenya dalam satu tempat tertentu. Metode ini lebih selektif daripada metode Kjeldahl disebabkan hanya bereaksi dengan gugus amin alifatik primer saja.
3. Spektrometri
     Metode ini tepat digunakan untuk sampel yang mengandung protein terlarut, seperti pada produk-produk hasil ternak (telur dan daging) serta biji-bijian yang belum mengalami perubahan akibat pemanasan/pengolahan. Ada dua jenis sinar yang digunakan dalam metode ini, yaitu menggunakan sinar UV atau sinar tampak (visibel). Adanya gugus aromatik pada asam-asam amino seperti fenilalanin, tirosin, dan triptofan dapat menangkap sinar UV. Adapun jika menggunakan sinar tampak, maka terlebih dahulu diperlukan penambahan pereaksi, seperti tiga (3) macam reaksi berikut :
- Metode Biuret
Reaksi antara ikatan peptida dalam protein dengan logam Cu pada suasana basa menghasilkan komplek warna biru yang dapat diukur secara spektrofotometri pada λ 540 – 560 nm. Metode ini tepat untuk produk tepung-tepungan, gandum, darah, dan anggur.
- Metode Folin Ciocalteu
Metode ini didasarkan pada reduksi pereaksi Folin (asam fosmolibdat dan asam fosfotungsat) oleh gugus fenol pada tirosin dan triptofan menghasilkan molibdenum warna biru yang dapat diukur secara kolorimetri/ spektrofotometri. Cara ini relatif lebih cepat dan lebih peka, namun warna yang dihasilkan kurang stabil
- Metode Lowry
Metode ini merupakan pengembangan dan penggabungan dari metode Biuret dan metode Folin yang dilakukan oleh Lowry kurang lebih 45 tahun yang lalu. Adanya inti aromatis pada asam amino tirosin, triptofan, dan fenilalanin akan mereduksi kedua macam perekasi Lowry A (asam fosfomolibdat : asam fosfotungsat 1:1) menjadi molibdenum yang berwarna biru yang selanjutnya ditambahkan perekasi Lowry B (CuSO4 + Na2CO3 2% dalam NaOH 0,1 N + K Na-tatrat 2%) sehingga menghasilkan warna yang lebih stabil dan dapat diukur absorbansinya pada λ 600 nm. Metode ini lebih senditif daripada metode Biuret.
4. Spektrofuorometri
      Asam amino tirosin dan triptofan dapat berfluorosensi pada λ eksitasi 280 nm dan λ emisi 348 nm. Keuntungan metode ini ialah lebih sensitif daripada menggunakan spektrofotometri UV karena dalam kadar yang lebih kecil mampu membrikan respon yang lebih tajam, serta lebih selektif karena tidak semua senyawa dapat berfluorosensi.
5. Tubidimetri
    Metode ini didasarkan pada kekeruhan, dimana protein dalam suatu sampel dapat diendapkan dengan ditambahkan bahan pengendap protein, seperti asam trikloroasetat, kalium feri sianida, dam asam sulfosalisilat. Kurva baku dapat dibuat untuk mengubungkan antara tingkat kekeruhan sampel dengan kadar protein dalam sampel. Semakin tinggi tingkat kekeruhan sampel menunjukan semakin tinggi pula kadar proteinnya. Metode ini jarang dilakukan.
6. Pengikatan Zat Warna
Adanya gugus polar dalam protein dapat mengikat zat warna yang bermuatan berlawanan dengan muatan protein membentuk komplek warna yang tak larut. Zat warna yang sering digunakan ialah zat warna asidik seperti Amino Black 10B (λ maks 615 nm) dan Orange G (λ maks 485 nm) karena memiliki 2 gugus –SO3H (negatif) sehingga akan berikatan kuat dengan gugus amina yang bersifat basa dari protein.
7. Kromatografi
- Kromatografi Kertas dan Krom.Lapis Tipis
Metode ini sudah jarang dilakukan dengan ditemukannya metode lain yang lebih peka dan sensitif serta memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi, seperti KCKT dan KG.
- KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
Metode ini merupakan penyempurnaan dari metode-metode yang telah ada, seperti spektrofotometri UV dan sinar tampak yang tidak mampu mendeteksi asam-asam amino yang tidak memiliki gugus aromatis. Untuk dapat mendeteksinya, diperlukan satu perlakuan tambahan terlebih dahulu, yaitu dengan menderivatisasi menjadi asam-asam amino yang dapat dideteksi (berfluorosen). Oleh karena itu, penting disini ialah pemilihan satu perekasi penderivat, yaitu yang memiliki syarat-syarat minimal, seperti :
- Mampu menghasilkan produk yang dapat ditangkap oleh sinar UV maupun sinar tampak (sepktrofotometri) ataupun dapat membentuk senyawa berfluorosen sehingga dapat diukur dengan spektrofulorometri.
- Mampu menghasilkan produk sebesar mungkin (100%)
- Mampu menghasilkan produk yang stabil selama prose derivatisasi mampun deteksi.

Referensi :
- Rohman, Abdul dan Soemantri, 2007, Analisis Makanan, UGM Press, Yogyakarta

Rabu, 22 Februari 2012

Simpang Siur Gula Rafinasi


Entah dari mana asalnya istilah gula rafinasi ini, tapi yang pasti cukup membuat orang awan menjadi dibingungkan dengan istilah ambigu ini. “Apa beda gula rafinasi dengan gula kristal putih atau ‘gula pasir’ yang biasa orang kebanyakan menyebutnya?” Inilah satu pertanyaan sederhana yang agak susah untuk dijelaskan.

Setelah marak dengan kasus-kasus ilegal loging, kini marak lagi kasus ilegal sugar tidak hanya di Jawa namun juga merebak di beberapa daerah luar Jawa. Selain di Makasar, beberapa hari yang lalu juga ditemukan kasus perdagangan ilegal gula import ini di “Kota Cantik” Palangkaraya. Ada empat kios yang didapatkan menjual dan mengedarkan ‘gula pasir’ bernama gula rafinasi ini. Seperti dibuat kalang kabut, pihak kepolisian kota setempat langsung memanggil saksi ahli dari pihak BPOM Palangkaraya, untuk memberikan penjelasan mengenai kasus rafinated sugar.

Secara medis, sebenarnya gula rafinasi yang dilarang oleh pemerintah tidak membahayakan bagi kesehatan. Hal ini mengingat tidak ada kandungan bahan kimia berbahaya yang dilarang, seperti formalin, borak, ataupun pemanis buatan. Apabila memang gula rafinasi ini berbahaya, lantas kenapa diperbolehkan untuk kalangan industri makanan dan minuman yang akhirnya toh juga sampai di konsumsi oleh masyarakat secara luas? Mengingat dalam prosesnya pun tidak dilakukan perlakuan khusus, dalam arti dapat langsung digunakan untuk pengolahan industri makanan. Jadi dapat disimpulkan bahwa gula rafinasi adalah aman bagi kesehatan.

Akan tetapi kenapa gula rafinasi ini dilarang? Nah, inilah yang masih menjadi pertanyaan bagi yang belum pernah mengetahui secara langsung proses pengolahan gula kristal putih. Di Indonesia ada beberapa pabrik milik pemerintah maupun swasta yang memproduksi gula kristal putih (sekitar 70 pabrik) diantaranya PT Madukismo di Yogyakarta yang merupakan anak perusahaan dari PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), PTPN serta PT Gulaku di Lampung. Dari sekian banyak pabrik itu, sebenarnya masih mencukupi kebutuhan gula dari masyarakat. Hanya saja, mengingat kebutuhan gula oleh industri cukup besar, menyebabkan pemerintaf berinisiatif untuk membuka kran impor gula mentah (raw sugar) untuk kemudian diproses lagi menjadi gula putih (rafinated sugar). 

Kebijakan ini tentu akan berdampak secara langsung kepada pasar gula nasional, yang mana ujung pangkal dari persoalan ini ialah kesejahteraan petani tebu lokal yang dirugikan. Oleh karena itu, pemerintah melalui Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian No 61/… th 2004 memutuskan bahwa gula rafinasi import termasuk produk pangan yang dilarang beredar secara bebas di pasar masyarakat. Hanya saja, satu kebijakan tanpa adanya sosialisasi yang menyeluruh, menyebabakan banyak masyarakat awam yang tidak tahu persoalan ini, termasuk para pedagang yang terjerat kasus peredaran gula rafinasi ilegal. Lantas salah siapa?

Kamis, 09 Februari 2012

Melamin dalam Susu Formula


Belum tuntas kasus heboh bakteri E. sakazakii pada susu formula beberapa bulan yang lalu, kini sudah muncul lagi kasus keracunan pada anak-anak yang mengkonsumsi susu bubuk mengandung melamin. Peristiwa ini lagi-lagi terjadi di negeri Tirai Bambu, Cina. Entah bagaimana bisa, disinyalir munculnya kasus ini adalah disebabkan oleh kesengajaan pihak produsen untuk mendapatkan keuntungan berlipat, sehingga memilih cara lain dengan menambahkan melamin dalam proses pengolahannya.

Entah benar atau tidak, yang pasti telah muncul korban. Bahkan mencapai 6000-an bayi yang menderita sakit ginjal gara-gara meminum susu palsu ini. Empat anak diantaranya meninggal dunia. Benar-benar tidak berperikemanusiaan jika memang rumor diatas benar adanya. Meski baru terdapat kasusnya di negeri yang baru saja menggelar perhelatan akbar-nya dengan ‘sukses’ (Olimpiade Beijing), namun masyarakat Indonesia kebanyakan sudah merasa sangat khawatir apabila kasus tersebut terjadi di negeri yang terkenal ‘low technology ‘ ini. Wajar memang, tapi yang tidak wajar ialah kegelisahan yang sangat, sehingga para ibu itu menjadi takut atau malah tidak sama sekali memberikan makanan tambahan terutama susu bubuk bagi bayinya. Tentu akan berdampak mundur pada perkembangan kecerdasan dan kualitas calon generasi penerus bangsa ini kedepannya, bukan?

Badan POM selaku pihak yang berwenang untuk menentukan produk-produk mana yang positif mengandung melamin, tentu menjadi pihak yang paling bertanggung jawab untuk mengamankan kasus ini. Namun jika kita melihat secara langsung ‘dapur’nya BPOM, masih banyak ditemui kekurangan baik yang sifatnya teknis maupun birokratis (kebijakan). Namun sebagai bagian dari pihak yang bertanggung-jawab itu, berbagai upaya tetap dilakukan. Mulai dari mencari metode paling memungkinkan untuk melakukan pengujian melamin dalam susu formula, sampai pada pengawasan secara langsung di pasaran.

Kabar baiknya adalah, dari hasil penelusuran data base produk-produk Cina yang masuk ke Indonesia, tidak ditemukan adanya produk susu formula buatan Sanlu Group ataupun Mengniu Diary serta 10 perusahaan lainnya. Namun demikian, sampai saat ini ditemukan 20 macam produk-produk turunan susu dari Cina yang dicurigai ikut tercemar oleh melamin.

Belajar dari kasus-kasus sebelumnya, selayaknya menjadi satu tantangan tersendiri bagi semua pihak, terutama BPOM sebagai pihak yang paling berwenang dan kompeten untuk siap menghadapi segala macam kemungkinan kasus-kasus keamanan pangan lainnya. Entah kasus-kasus apa lagi berikutnya yang akan muncul, tapi yang pasti segala kemungkinan seharusnya telah disiapkan segala antisipasi dan penanganan, terutama dalam skill pengujian (laboratory skills) sebagai sumber keluarnya kebijakan (wisdom bureaucracy).

Kamis, 02 Februari 2012

Bahan Berbahaya di Sekitar Kita


Tiba-tiba laboratorium tempat saya bekerja mendapat tawaran untuk menguji adanya bahan berbahaya pada Ikan Asin yang dikirim dari salah satu Dinas Kesehatan di Kalteng. Diantara zat berbahaya yang diuji itu ialah propoxur. 

Lho, kok bisa? Ya, itu juga saya tanyakan pertama kali ketika mendengarnya. Lha, meski sering berkutat di Lab, dengan bahan-bahan kimia, tapi baru kali ini sepertinya mendengar istilah itu. Apalagi di ikan asin? Ah, ternyata itu hanya salah satu jenis zat aktif kimia yang terdapat pada obat anti nyamuk semprot, yang digunakan oleh para petani ikan asin, sebagai ganti dari tidak digunaknnyan formalin. 

Lah, kok? Ya, itulah cerdasnya masyarakat kita. Setelah formalin dilarang digunakan pada semua jenis bahan pangan, salah satunya untuk mengawetkan ikan asin, dimana dengan ditambahkannya formalin, maka lalat-lalat jorok itu juga tidak mau hinggap. Tapi ketika formalin itu tidak ditambahkan, maka dampaknya si lalat-lalat itu akan bersuka ria. Oleh karena itu wajar memang kalau masyarakat lantas menggunakan obat anti nyamuk semprot untuk mengusir mereka. 

Tapi apa akibatnya? Yup, zat kimia berbahaya semacam propoxur menjadi tertinggal di ikan-ikan asin yang sedianya menjadi santapan bergizi kita. Apa daya, masyarakat kita sepertinya telah kehilangan kesabarannya. Tidak hanya itu. Mereka juga kehilangan kreatifitasnya. Yang ada malah kreatifitas asal-asalan. Lantas ini tugas siapa untuk merubahnya?

Tidak perlu menyalahkan siapa-siapa. Mari kita intropeksi diri kita sendiri saja. Depkes, Depdag, ataupun BPOM harusnya memiliki wewenang untuk menghentikan praktek-praktek ilegal ini semua. Kenapa? Tidak perlu bertanya seperti itu. Sudah jelas-jelas apapun namanya bahan kimia, jika digunakan dalam bahan pangan, perlu diragukan keamanannya. Apalagi ini, propoxur dalam obat nyamuk. Sebenarnya, keamanan propoxur ataupun diklorovos sangat diragukan. Hanya saja iklan di media yang sangat gencar menutup-nutupinya dengan wangi natural, cool mint, dsb. Jadinya rakyat lagi yang dibodohi. Sudah saatnya semua bertindak. Cegah setiap bahan – bahan kimia memasuki lambung perut kita.

Selasa, 31 Januari 2012

Evaluasi Pengawasan Keamanan Obat dan Makanan


Hampir genap satu tahun setelah muncul adanya informasi adanya kontaminasi cemaran mikrobia ataupun bahan-bahan kimia berbahaya pada berbagai produk pangan, namun sepertinya tidak ada kejelasan dari pihak terkait mengenai sampai dimana kasus ini ditangani. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selaku pihak paling bertanggung-jawab, dituntut oleh segenap masyarakat untuk segera menuntaskannya. Hal ini sangat penting, mengingat adanya kasus-kasus semacam cemaran E. sakazakii ataupun bahan kimia berbahaya seperti melamin, borak, ataupun formalin akan terus berulang pada tahun-tahun berikutnya, meski dengan kasus yang berbeda.

Kontaminasi bahan berbahaya dalam makanan
Sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia, makanan akan selalu dicari dan diusahakan dengan berbagai cara. Sayangnya, tidak semua cara yang digunakan tersebut berdampak positif bagi kesehatan tubuh. Seringkali pihak produsen lebih mementingkan aspek ekonomi semata, dengan cara meningkatkan volume penjualan produk tanpa memperhatikan sisi kualitas produk maupun higienitas proses pengolahannya.

Dari hasil pemantauan, pelanggaran terhadap UU Pangan No 7 th 1997 yang memuat jaminan atas keamanan produk yang dipasarkan kepada masyarakat, lebih banyak dilakukan oleh produsen kelas kecil-menengah. Hal ini mengingat belum adanya nama jual (brand image) sehinga seakan-akan mereka bebas menambah-kurangkan ingredient dengan BTM (Bahan Tambahan Makanan) tanpa ukuran tertentu, asalkan tujuan untuk menghasilkan produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi (lebih menarik, enak dan awet) tercapai. Apabila ketiadaan informasi yang benar menjadi kambing hitam, sepertinya perlu diragukan mengingat akses informasi saat ini yang seakan sudah tak berbatas. Kecuali bagi masyarakat terpencil atau pedalaman yang kurang sekali dalam menerima sosialiasi, misalnya tentang cara produksi obat dan makanan yang baik (CPOB).

Bagi perusahaan besar, tentu tidak otomatis menjadi berlenggang tangan, mengingat peluang terjadinya pencemaran makanan juga dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Mulai dari sumber bahan baku, proses penyaluran, pengolahan, sampai distribusi kembali kepada masyarakat. Masih segar dalam memori, tentang kasus kesengajaan penambahan melamin oleh oknum penyalur bahan baku susu segar di Cina, hal ini juga bisa terjadi di Indonesia.

Sumber kontaminan
Tidak dapat dipastikan dengan mudah untuk menelusur terjadinya kontaminasi bahan berbahaya dalam produk pangan, termasuk produk obat-obatan (obat tradisional dan kosmetika). Dengan panjangnya proses produksi, mulai dari bahan baku hingga pengemasan dan distribusi, tentunya sangat banyak kemungkinan terjadinya titik kritis tercampurnya bahan berbahaya tersebut. Akan tetapi dua hal yang dapat dipastikan ialah apakah adanya kontaminan tersebut disengaja ditambahkan atau sebaliknya tanpa disengaja. Namun meskipun tanpa kesengajaan, tetap saja pelaku yang terlibat perlu ditindak sesuai hukum dan prosedur yang berlaku.

Dari hasil pengamatan, sumber utama kontaminasi pada produk pangan hampir dapat dipastikan berasal dari 3 (tiga) macam sumber, yaitu kimia, mikrobiologi, dan fisik. Bahan-bahan kimia berbahaya yang sering ditambahkan oleh masyarakat tanpa mengenal ukuran, diantaranya ialah formalin pada tahu dan mie basah, borak pada kerupuk dan bakso, pewarna makanan yang dilarang (rhodamin B dan methanil yellow) pada terasi dan aneka macam jajanan anak sekolah termasuk es limun (minuman ringan) serta pestisida dan pengawet lainnya pada produk-produk olahan awetan, seperti ikan asin.

Adapun sumber kontaminan berupa mikrobia dan fisik (logam, kerikil, dsb) dapat terjadi lebih banyak disebabkan oleh faktor kecerobohan dari pihak produsennya, yaitu tidak diterapkannya prinsip sanitasi yang baik dalam proses produksi. Selain itu, faktor ketidak-tahuan dari konsumen, terutama anak-anak dan orang tua seringkali juga menjadi penyebab terjadinya peristiwa keracunan (food borne disease). Dari berbagai kasus keracunan yang ada, hampir sebagian besar menimpa anak-anak serta konsumsi masal (pesta, prasmanan dan nasi bungkus).

Dengan melihat sumber terjadinya kontaminasi pada produk pangan, diharapkan dapat menjadi landasan yang tepat bagi BPOM dalam bertindak, yaitu dalam memberantas dan mencegah terjadinya kontaminasi yang disengaja dari bahan kimia berbahaya serta meminimalisir terjadinya keracunan pangan yang tidak disengaja dari kontaminan mikrobia dan fisik.

Kerjasama lintas sektoral
Sebagai bagian dari Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), tentu dalam melakukan tugasnya tidak bisa sendiri. Perlu melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, terutama yang terkait dengan distribusi, hukum dan pemberdayaan masyarakat. Dari ketiga sektor itu, semuanya perlu dipandang sama tingkat kepentingannya. Pertama, jalur distribusi merupakan pintu gerbang pertama dapat beredarnya suatu produk di masyarakat. Apabila dari wilayah ini telah dapat dikendalikan, tentu akan meminimalisir resiko beredarnya produk pangan (termasuk obat-obatan) yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

Kedua, adanya proses hukum yang berkesinambungan. Saat ini peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang dimiliki oleh Badan POM saat ini hanya sampai pada melakukan penyidikan. Disisi lain, terputusnya proses pengusutan suatu kasus, seringkali berhenti ditahap ini. Hal ini dapat diperbaiki, dengan catatan dari pihak-pihak yang terkait, yaitu dari pihak kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan dapat menjaga independensinya, sehingga keberlangsungan proses hukum tetap dapat dijaga.

Ketiga, yaitu pemberdayaan masyarakat. Sepertinya memang kurang terdengar ‘gaung’nya. Padahal di dalam struktur BPOM sendiri sebenarnya sudah terdapat UPLK (Unit Pengaduan dan Layanan Konsumen) dan juga bidang khusus yang bertugas melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Akan tetapi melihat kemampuan menjalin kerjasama, baik itu dengan media (cetak maupun elektronik), Pemerintah (Pusat dan Daerah) serta Dinas Kesehatan maupun dinas-dinas yang lain belum optimal diupayakan, sehingga kedepan kerja sama lintas sektoral ini sangat dipandang perlu untuk ditingkatkan performa-nya.

Senin, 30 Januari 2012

Problem Pengawasan Obat dan Makanan


Lagi, masyarakat dibuat terkejut oleh peringatan publik (public warning) yang dikeluarkan oleh Badan POM. Setelah sebelumnya menimpa produk-produk makanan, kali ini produk obat tradisional (fitofarmaka) dan kosmetika yang terkena. Dampaknya, banyak masyarakat yang terkaget-kaget. Produsen obat yang selama ini diuntungkan, dipastikan akan menanggu rugi milyaran rupiah. Termasuk pedangan level eceran juga menangung resiko kerugiannya. Tetapi apalah arti kerugian secara materi ini jika dibandingkan dengan kerugian non-materi, yaitu menurunnya derajat kesehatan masyarakat akibat mengkonsumsi bahan kimia obat tanpa dosis dan takaran.
Terkait dengan peringatan yang disampaikan oleh Badan POM, ada banyak tanggapan yang muncul dari masyarakat. Selain kekagetan, dikarenakan produk yang diminta untuk ditarik dari pasar ialah produksi dari pabrikan farmasi ternama, yaitu PT Dexa Medika produsen Tripoten, PT Pasific Care Indonesia produsen Blue Moon , dan PT Paramitra Media Perkasa produsen Maca Gold. Ketiganya jika terbukti melanggar Undang-undang 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu diancam dengan hukuman pidana 5 tahun penjara atau denda maksimal sebanyak Rp 2 miliar.
Munculnya kasus penyalahgunaan nomor registrasi sebagai obat tradisonal (fitofarmaka) dengan mencampurkan bahan kimia obat (BKO) yang seharusnya tidak boleh dikonsumsi tanpa resep dokter ini, memunculkan pertanyan dari banyak pihak, terkait proses perijinan yang dilakukan oleh BPOM. Meskipun jika ditelusur, sebenarnya sudah sangat jelas bahwa kesalahan terjadi pada pihak produsen. Hal ini mengingat bahwa ’perjanjian’ yang sebelumnya dilakukan pada saat registrasi ialah sebagai obat tradisional yang mana dalam proses pembuatannya hanya berasal dari bahan-bahan alami. Namun dalam kenyatannya, dengan sengaja ditambahkan bahan-bahan kimia seperti sildenafil sulfat, tadalafil, sibutramin, hidroklorida, siproheptadin, fenilbutason, asam mefenamat, predalson, metampiron, teofilin, dan parasetamol.
Adanya pembatalan perjanjian yang dilakukan oleh produsen ini, jelas menunjukan bahwa faktor ekonomi lebih dipilih sebagai tujuan utama perusahaan. Dengan menambahkan sedikit saja bahan-bahan kimia diatas, maka fungsi atau efek yang akan diperoleh oleh konsumen lebih cepat terasakan. Dengan ini, konsumen dengan yakin akan menyimpulkan bahwa ’jamu’ yang dibeli adalah benar-benar manjur, sehingga berikutnya akan mengkonsumsi lagi, dan lagi. Selain itu, dengan mendaftarkan sebagai obat tradisional (yang ditandai dengan adanya logo hijau) tentunya akan lebih mudah didapatkan oleh konsumen, karena tidak hanya tersedia di apotek-apotek resmi, tetapi dapat juga diperoleh di toko-toko obat. Artinya secara ekonomi, cara seperti ini akan lebih mendatangkan banyak keuntungan bagi pihak produsen.
Belum selesai kasus penarikan obat kuat ini dari pasaran, BPOM kembali mengumumkan adanya penemuan bahan kimia berbahaya seperti merkuri (Hg), hidrokinon, asam retinoat, dan pewarna rhodamin B (merah K.3 dan K.10) pada produk kosmetika. Kasus penyalahgunaan bahan kimia terlarang ini menunjukan bahwa dalam sistem perdagangan kita masih mengutamakan faktor keuntungan semata, tanpa mempertimbangkan efek yang diterima oleh konsumen, terutama dalam jangka panjang.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa penggunaan bahan-bahan kimia tersebut, dapat menimbulkan berbagai gangguan. Untuk zat merkuri dapat berdampak mulai dari bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit, sampai pada kerusakan permanen susunan saraf, otak, ginjal, dan gangguan janin (teratogenik). Untuk pewarna rhodamin B pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati dan bersifat karsinogenik sedangkan asam retinoat dapat menyebabkan kulit kering dan rasa terbakar. Khusus untuk zat kimia hidrokuinon (sebagai pemutih) sementara ini masih diperbolehkan asal tidak melebihi batas maksimal yaitu 2 %, akan tetapi kedepan sedang diusulkan untuk dilarang. Hal ini setidaknya akan menjadikan tugas pengawasan BPOM menjadi bertambah.

Kebohongan publik
Sebagi produk yang memiliki banyak khasiat, produk obat-obatan termasuk kosmetika memiliki cara dan aturan tersendiri dalam mengiklankan kepada masyarakat. Hal ini telah diatur dalam Permenkes No 386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Salah satu hal penting dalam aturan ini ialah tidak dibolehkannya membohongi publik dalam hal fungsi dan khasiatnya. Termasuk dalam pelabelan bahan baku serta zat aktif penyusunnya. Artinya, dalam setiap melakukan promosi, baik melalui media massa dan elektronik maupun melalui penjualan langsung oleh medical representative, haruslah berupa informasi yang objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan. Secara umum, iklan obat bebas hendaknya bermanfaat bagi masyarakat dalam memilih obat secara rasional
Dengan semakin terbukanya era informasi, maka masyarakat dapat mengakses informasi langsung dari sumbernya, dalam hal ini BPOM sebagai sumber rujukan utama akan kebenaran dari promo-promo yang disampaikan oleh pihak produsen. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa sifat suatu iklan ialah menawarkan dengan berbagai cara yang kreatif, sehingga masyarakat tertarik untuk membeli dan mencoba produk tersebut. Akan tetapi proses kreatif itu tetap dibatasi oleh peraturan yang belaku.
Adanya kasus ’penipuan’ massal yang ditelah dilakukan oleh produsen obat kuat maupun kosmetika, menunjukan bahwa proses pengontrolan atas iklan yang beredar belum berfungsi efektif dilakukan oleh BPOM. Disisi lain, tumbuhnya kesadaran dari pihak produsen dalam membuat iklan yang bersifat edukatif, informatif, dan fakta sebenarnya masih sangat rendah. Maka kesadaran bersama oleh masyarakat menjadi satu keharusan agar selalu cermat dalam setiap menerima informasi dari suatu produk yang ditawarkan.

Resistensi masyarakat
Akhir-akhir ini sering terdengar dikeluarkannya peringatan publik oleh BPOM. Adanya public warning ini, disatu sisi menunjukan signal positif perbaikan kinerja BPOM sebagai badan pengawas, namun disisi lain juga memunculkan satu kekhawatiran adanya resistensi masyarakat terhadap isi dari peringatan tersebut. Ibarat iklan yang terus menerus disampaikan, seringkali menjadi diabaikan disebabkan pengulangan-pengulangan (repeating) tersebut cenderung membosankan. Oleh karena itu, untuk meminimalisir adanya resistensi ini, perlu adanya tindakan nyata dari pihak pemerintah, dalam hal ini BPOM dan aparat penegak hukum, untuk menindak tegas para pelaku dari setiap kasus serta mengusutnya hingga tuntas, sehingga dikemudian hari tidak akan muncul lagi kasus – kasus yang serupa meski dengan ’wajah’ yang berbeda.