Fungsi Protein
o Zat pembentuk sel baru
o Zat penyusun sel seperti; nukleoprotein, enzim,
hormon, antibodi, dan kontraksi
o Zat pengganti sel rusak
o Sumber energi (4 kkal/gram)
Pengertian
o Polimer dengan asam amino sebagai
monomer-monomernya.
o Polipeptida rantai panjang dengan salah satu
ujungnya berupa asam karboksilat dan ujung lainnya gugus amina.
o Makromolekul (BM > 40.000) dan termasuk juga
kelompok makronutrien.
Pengujian
o Kualitatif
1. Biuret
Protein + (CuSO4++NaOH 20 %) à biru
lembayung
2. Millon
Protein + Hg2(NO3)2
à
merah (gugus fenol pada asam amino tirosin)
3. Ninhidrin
Protein + pereaksi
ninhidrin à
biru lembayung
o Kuantitatif
1. Volumetri
- Kjeldahl
Mengukur kadar protein total berdasarkan
jumlah nitrogen yang terdapat dalam sampel à cocok untuk protein tak larut atau
terkoagulasi akibat pemanasan dalam pengolahan.
Prinsipnya ialah melakukan tiga tahap pengujian,
yaitu :
- Destruksi : mengubah N dalam protein menjadi (NH4)
2SO4
- Destilasi : memecah (NH4)2SO4
à NH3 ditangkap oleh asam
- Titrasi :
mengukur sisa asam yang tidak bereaksi dengan NH3
Kadar protein
akhir dihitung berdasarkan rumus sbg berikut :
= V NaOH (blanko) – V NaOH (sampel) x N
NaOH x 14,008 x 100% Fk
sampel (mg)
- Titrasi Formol
Gugus amina diikat oleh formaldehid, sehingga protein menjadi bersifat asam
à dapat dititrasi menggunakan basa NaOH à cocok untuk produk susu.
2. Gasometri
Protein + asam nitrit menghasilkan gas N2 à dimurnikan dengan kalium permanganat
kemudian dapat diukur volumenya dalam satu tempat tertentu. Metode ini lebih
selektif daripada metode Kjeldahl disebabkan hanya bereaksi dengan gugus amin
alifatik primer saja.
3. Spektrometri
Metode ini tepat digunakan untuk sampel yang
mengandung protein terlarut, seperti pada produk-produk hasil ternak (telur dan
daging) serta biji-bijian yang belum mengalami perubahan akibat
pemanasan/pengolahan. Ada dua jenis sinar yang digunakan dalam metode ini,
yaitu menggunakan sinar UV atau sinar tampak (visibel). Adanya gugus aromatik
pada asam-asam amino seperti fenilalanin, tirosin, dan triptofan dapat menangkap
sinar UV. Adapun jika menggunakan sinar tampak, maka terlebih dahulu diperlukan
penambahan pereaksi, seperti tiga (3) macam reaksi berikut :
- Metode Biuret
Reaksi antara ikatan peptida dalam protein dengan logam Cu pada suasana
basa menghasilkan komplek warna biru yang dapat diukur secara spektrofotometri
pada λ 540 – 560 nm. Metode ini tepat untuk produk tepung-tepungan, gandum,
darah, dan anggur.
- Metode Folin Ciocalteu
Metode ini didasarkan pada reduksi pereaksi Folin (asam fosmolibdat dan asam
fosfotungsat) oleh gugus fenol pada tirosin dan triptofan menghasilkan
molibdenum warna biru yang dapat diukur secara kolorimetri/ spektrofotometri.
Cara ini relatif lebih cepat dan lebih peka, namun warna yang dihasilkan kurang
stabil
- Metode Lowry
Metode ini merupakan pengembangan dan penggabungan dari metode Biuret dan
metode Folin yang dilakukan oleh Lowry kurang lebih 45 tahun yang lalu. Adanya
inti aromatis pada asam amino tirosin, triptofan, dan fenilalanin akan
mereduksi kedua macam perekasi Lowry A (asam fosfomolibdat : asam fosfotungsat
1:1) menjadi molibdenum yang berwarna biru yang selanjutnya ditambahkan
perekasi Lowry B (CuSO4 + Na2CO3 2% dalam NaOH 0,1 N + K Na-tatrat 2%) sehingga
menghasilkan warna yang lebih stabil dan dapat diukur absorbansinya pada λ 600
nm. Metode ini lebih senditif daripada metode Biuret.
4. Spektrofuorometri
Asam amino tirosin dan triptofan dapat
berfluorosensi pada λ eksitasi 280 nm dan λ emisi 348 nm. Keuntungan metode ini
ialah lebih sensitif daripada menggunakan spektrofotometri UV karena dalam
kadar yang lebih kecil mampu membrikan respon yang lebih tajam, serta lebih
selektif karena tidak semua senyawa dapat berfluorosensi.
5. Tubidimetri
Metode ini didasarkan pada kekeruhan, dimana
protein dalam suatu sampel dapat diendapkan dengan ditambahkan bahan pengendap
protein, seperti asam trikloroasetat, kalium feri sianida, dam asam
sulfosalisilat. Kurva baku dapat dibuat untuk mengubungkan antara tingkat
kekeruhan sampel dengan kadar protein dalam sampel. Semakin tinggi tingkat
kekeruhan sampel menunjukan semakin tinggi pula kadar proteinnya. Metode ini
jarang dilakukan.
6. Pengikatan Zat Warna
Adanya gugus polar dalam protein dapat mengikat zat warna yang bermuatan
berlawanan dengan muatan protein membentuk komplek warna yang tak larut. Zat
warna yang sering digunakan ialah zat warna asidik seperti Amino Black 10B (λ maks 615 nm) dan Orange G (λ maks 485 nm) karena memiliki 2 gugus
–SO3H (negatif) sehingga akan berikatan kuat dengan gugus amina yang bersifat
basa dari protein.
7. Kromatografi
- Kromatografi Kertas dan Krom.Lapis Tipis
Metode ini sudah jarang dilakukan dengan
ditemukannya metode lain yang lebih peka dan sensitif serta memiliki tingkat
akurasi yang lebih tinggi, seperti KCKT dan KG.
- KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
Metode ini merupakan penyempurnaan dari metode-metode yang telah ada,
seperti spektrofotometri UV dan sinar tampak yang tidak mampu mendeteksi
asam-asam amino yang tidak memiliki gugus aromatis. Untuk dapat mendeteksinya,
diperlukan satu perlakuan tambahan terlebih dahulu, yaitu dengan
menderivatisasi menjadi asam-asam amino yang dapat dideteksi (berfluorosen).
Oleh karena itu, penting disini ialah pemilihan satu perekasi penderivat, yaitu
yang memiliki syarat-syarat minimal, seperti :
- Mampu menghasilkan produk yang dapat ditangkap
oleh sinar UV maupun sinar tampak (sepktrofotometri) ataupun dapat membentuk
senyawa berfluorosen sehingga dapat diukur dengan spektrofulorometri.
- Mampu menghasilkan produk sebesar mungkin (100%)
- Mampu menghasilkan produk yang stabil selama
prose derivatisasi mampun deteksi.
Referensi
:
- Rohman, Abdul dan Soemantri, 2007, Analisis
Makanan, UGM Press, Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar