Laman

Rabu, 22 Februari 2012

Simpang Siur Gula Rafinasi


Entah dari mana asalnya istilah gula rafinasi ini, tapi yang pasti cukup membuat orang awan menjadi dibingungkan dengan istilah ambigu ini. “Apa beda gula rafinasi dengan gula kristal putih atau ‘gula pasir’ yang biasa orang kebanyakan menyebutnya?” Inilah satu pertanyaan sederhana yang agak susah untuk dijelaskan.

Setelah marak dengan kasus-kasus ilegal loging, kini marak lagi kasus ilegal sugar tidak hanya di Jawa namun juga merebak di beberapa daerah luar Jawa. Selain di Makasar, beberapa hari yang lalu juga ditemukan kasus perdagangan ilegal gula import ini di “Kota Cantik” Palangkaraya. Ada empat kios yang didapatkan menjual dan mengedarkan ‘gula pasir’ bernama gula rafinasi ini. Seperti dibuat kalang kabut, pihak kepolisian kota setempat langsung memanggil saksi ahli dari pihak BPOM Palangkaraya, untuk memberikan penjelasan mengenai kasus rafinated sugar.

Secara medis, sebenarnya gula rafinasi yang dilarang oleh pemerintah tidak membahayakan bagi kesehatan. Hal ini mengingat tidak ada kandungan bahan kimia berbahaya yang dilarang, seperti formalin, borak, ataupun pemanis buatan. Apabila memang gula rafinasi ini berbahaya, lantas kenapa diperbolehkan untuk kalangan industri makanan dan minuman yang akhirnya toh juga sampai di konsumsi oleh masyarakat secara luas? Mengingat dalam prosesnya pun tidak dilakukan perlakuan khusus, dalam arti dapat langsung digunakan untuk pengolahan industri makanan. Jadi dapat disimpulkan bahwa gula rafinasi adalah aman bagi kesehatan.

Akan tetapi kenapa gula rafinasi ini dilarang? Nah, inilah yang masih menjadi pertanyaan bagi yang belum pernah mengetahui secara langsung proses pengolahan gula kristal putih. Di Indonesia ada beberapa pabrik milik pemerintah maupun swasta yang memproduksi gula kristal putih (sekitar 70 pabrik) diantaranya PT Madukismo di Yogyakarta yang merupakan anak perusahaan dari PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), PTPN serta PT Gulaku di Lampung. Dari sekian banyak pabrik itu, sebenarnya masih mencukupi kebutuhan gula dari masyarakat. Hanya saja, mengingat kebutuhan gula oleh industri cukup besar, menyebabkan pemerintaf berinisiatif untuk membuka kran impor gula mentah (raw sugar) untuk kemudian diproses lagi menjadi gula putih (rafinated sugar). 

Kebijakan ini tentu akan berdampak secara langsung kepada pasar gula nasional, yang mana ujung pangkal dari persoalan ini ialah kesejahteraan petani tebu lokal yang dirugikan. Oleh karena itu, pemerintah melalui Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian No 61/… th 2004 memutuskan bahwa gula rafinasi import termasuk produk pangan yang dilarang beredar secara bebas di pasar masyarakat. Hanya saja, satu kebijakan tanpa adanya sosialisasi yang menyeluruh, menyebabakan banyak masyarakat awam yang tidak tahu persoalan ini, termasuk para pedagang yang terjerat kasus peredaran gula rafinasi ilegal. Lantas salah siapa?

Kamis, 09 Februari 2012

Melamin dalam Susu Formula


Belum tuntas kasus heboh bakteri E. sakazakii pada susu formula beberapa bulan yang lalu, kini sudah muncul lagi kasus keracunan pada anak-anak yang mengkonsumsi susu bubuk mengandung melamin. Peristiwa ini lagi-lagi terjadi di negeri Tirai Bambu, Cina. Entah bagaimana bisa, disinyalir munculnya kasus ini adalah disebabkan oleh kesengajaan pihak produsen untuk mendapatkan keuntungan berlipat, sehingga memilih cara lain dengan menambahkan melamin dalam proses pengolahannya.

Entah benar atau tidak, yang pasti telah muncul korban. Bahkan mencapai 6000-an bayi yang menderita sakit ginjal gara-gara meminum susu palsu ini. Empat anak diantaranya meninggal dunia. Benar-benar tidak berperikemanusiaan jika memang rumor diatas benar adanya. Meski baru terdapat kasusnya di negeri yang baru saja menggelar perhelatan akbar-nya dengan ‘sukses’ (Olimpiade Beijing), namun masyarakat Indonesia kebanyakan sudah merasa sangat khawatir apabila kasus tersebut terjadi di negeri yang terkenal ‘low technology ‘ ini. Wajar memang, tapi yang tidak wajar ialah kegelisahan yang sangat, sehingga para ibu itu menjadi takut atau malah tidak sama sekali memberikan makanan tambahan terutama susu bubuk bagi bayinya. Tentu akan berdampak mundur pada perkembangan kecerdasan dan kualitas calon generasi penerus bangsa ini kedepannya, bukan?

Badan POM selaku pihak yang berwenang untuk menentukan produk-produk mana yang positif mengandung melamin, tentu menjadi pihak yang paling bertanggung jawab untuk mengamankan kasus ini. Namun jika kita melihat secara langsung ‘dapur’nya BPOM, masih banyak ditemui kekurangan baik yang sifatnya teknis maupun birokratis (kebijakan). Namun sebagai bagian dari pihak yang bertanggung-jawab itu, berbagai upaya tetap dilakukan. Mulai dari mencari metode paling memungkinkan untuk melakukan pengujian melamin dalam susu formula, sampai pada pengawasan secara langsung di pasaran.

Kabar baiknya adalah, dari hasil penelusuran data base produk-produk Cina yang masuk ke Indonesia, tidak ditemukan adanya produk susu formula buatan Sanlu Group ataupun Mengniu Diary serta 10 perusahaan lainnya. Namun demikian, sampai saat ini ditemukan 20 macam produk-produk turunan susu dari Cina yang dicurigai ikut tercemar oleh melamin.

Belajar dari kasus-kasus sebelumnya, selayaknya menjadi satu tantangan tersendiri bagi semua pihak, terutama BPOM sebagai pihak yang paling berwenang dan kompeten untuk siap menghadapi segala macam kemungkinan kasus-kasus keamanan pangan lainnya. Entah kasus-kasus apa lagi berikutnya yang akan muncul, tapi yang pasti segala kemungkinan seharusnya telah disiapkan segala antisipasi dan penanganan, terutama dalam skill pengujian (laboratory skills) sebagai sumber keluarnya kebijakan (wisdom bureaucracy).

Kamis, 02 Februari 2012

Bahan Berbahaya di Sekitar Kita


Tiba-tiba laboratorium tempat saya bekerja mendapat tawaran untuk menguji adanya bahan berbahaya pada Ikan Asin yang dikirim dari salah satu Dinas Kesehatan di Kalteng. Diantara zat berbahaya yang diuji itu ialah propoxur. 

Lho, kok bisa? Ya, itu juga saya tanyakan pertama kali ketika mendengarnya. Lha, meski sering berkutat di Lab, dengan bahan-bahan kimia, tapi baru kali ini sepertinya mendengar istilah itu. Apalagi di ikan asin? Ah, ternyata itu hanya salah satu jenis zat aktif kimia yang terdapat pada obat anti nyamuk semprot, yang digunakan oleh para petani ikan asin, sebagai ganti dari tidak digunaknnyan formalin. 

Lah, kok? Ya, itulah cerdasnya masyarakat kita. Setelah formalin dilarang digunakan pada semua jenis bahan pangan, salah satunya untuk mengawetkan ikan asin, dimana dengan ditambahkannya formalin, maka lalat-lalat jorok itu juga tidak mau hinggap. Tapi ketika formalin itu tidak ditambahkan, maka dampaknya si lalat-lalat itu akan bersuka ria. Oleh karena itu wajar memang kalau masyarakat lantas menggunakan obat anti nyamuk semprot untuk mengusir mereka. 

Tapi apa akibatnya? Yup, zat kimia berbahaya semacam propoxur menjadi tertinggal di ikan-ikan asin yang sedianya menjadi santapan bergizi kita. Apa daya, masyarakat kita sepertinya telah kehilangan kesabarannya. Tidak hanya itu. Mereka juga kehilangan kreatifitasnya. Yang ada malah kreatifitas asal-asalan. Lantas ini tugas siapa untuk merubahnya?

Tidak perlu menyalahkan siapa-siapa. Mari kita intropeksi diri kita sendiri saja. Depkes, Depdag, ataupun BPOM harusnya memiliki wewenang untuk menghentikan praktek-praktek ilegal ini semua. Kenapa? Tidak perlu bertanya seperti itu. Sudah jelas-jelas apapun namanya bahan kimia, jika digunakan dalam bahan pangan, perlu diragukan keamanannya. Apalagi ini, propoxur dalam obat nyamuk. Sebenarnya, keamanan propoxur ataupun diklorovos sangat diragukan. Hanya saja iklan di media yang sangat gencar menutup-nutupinya dengan wangi natural, cool mint, dsb. Jadinya rakyat lagi yang dibodohi. Sudah saatnya semua bertindak. Cegah setiap bahan – bahan kimia memasuki lambung perut kita.