Entah
dari mana asalnya istilah gula rafinasi ini, tapi yang pasti cukup membuat
orang awan menjadi dibingungkan dengan istilah ambigu ini. “Apa beda gula
rafinasi dengan gula kristal putih atau ‘gula pasir’ yang biasa orang
kebanyakan menyebutnya?” Inilah satu pertanyaan sederhana yang agak susah untuk
dijelaskan.
Setelah marak dengan kasus-kasus ilegal loging, kini marak lagi kasus ilegal
sugar tidak hanya di Jawa namun juga merebak di beberapa daerah luar Jawa.
Selain di Makasar, beberapa hari yang lalu juga ditemukan kasus perdagangan
ilegal gula import ini di “Kota Cantik” Palangkaraya. Ada empat kios yang
didapatkan menjual dan mengedarkan ‘gula pasir’ bernama gula rafinasi ini.
Seperti dibuat kalang kabut, pihak kepolisian kota setempat langsung memanggil
saksi ahli dari pihak BPOM Palangkaraya, untuk memberikan penjelasan mengenai
kasus rafinated sugar.
Secara
medis, sebenarnya gula rafinasi yang dilarang oleh pemerintah tidak
membahayakan bagi kesehatan. Hal ini mengingat tidak ada kandungan bahan kimia
berbahaya yang dilarang, seperti formalin, borak, ataupun pemanis buatan.
Apabila memang gula rafinasi ini berbahaya, lantas kenapa diperbolehkan untuk
kalangan industri makanan dan minuman yang akhirnya toh juga sampai di konsumsi
oleh masyarakat secara luas? Mengingat dalam prosesnya pun tidak dilakukan
perlakuan khusus, dalam arti dapat langsung digunakan untuk pengolahan industri
makanan. Jadi dapat disimpulkan bahwa gula rafinasi adalah aman bagi kesehatan.
Akan
tetapi kenapa gula rafinasi ini dilarang? Nah, inilah yang masih menjadi
pertanyaan bagi yang belum pernah mengetahui secara langsung proses pengolahan
gula kristal putih. Di Indonesia ada beberapa pabrik milik pemerintah maupun
swasta yang memproduksi gula kristal putih (sekitar 70 pabrik) diantaranya PT
Madukismo di Yogyakarta yang merupakan anak perusahaan dari PT Rajawali
Nusantara Indonesia (RNI), PTPN serta PT Gulaku di Lampung. Dari sekian banyak
pabrik itu, sebenarnya masih mencukupi kebutuhan gula dari masyarakat. Hanya
saja, mengingat kebutuhan gula oleh industri cukup besar, menyebabkan
pemerintaf berinisiatif untuk membuka kran impor gula mentah (raw sugar) untuk
kemudian diproses lagi menjadi gula putih (rafinated sugar).
Kebijakan ini
tentu akan berdampak secara langsung kepada pasar gula nasional, yang mana
ujung pangkal dari persoalan ini ialah kesejahteraan petani tebu lokal yang
dirugikan. Oleh karena itu, pemerintah melalui Keputusan Menteri Perdagangan
dan Perindustrian No 61/… th 2004 memutuskan bahwa gula rafinasi import termasuk
produk pangan yang dilarang beredar secara bebas di pasar masyarakat. Hanya
saja, satu kebijakan tanpa adanya sosialisasi yang menyeluruh, menyebabakan
banyak masyarakat awam yang tidak tahu persoalan ini, termasuk para pedagang
yang terjerat kasus peredaran gula rafinasi ilegal. Lantas salah siapa?