Laman

Senin, 26 Maret 2012

Analisis Lemak Total


A. Klasifikasi Lemak dan Minyak
1. Berdasarkan strukturnya
          a. Lemak sederhana (simple lipids)
Ester lemak – alkohol
Contohnya : ester gliserida, lemak, dan malam.
          b. Lemak komplek (composite lipids & sphingolipids)
Ester lemak – non alkohol
Contohnya : fosfolipid, glikolipid, aminolipid, lipoprotein.
          c. Turunan lemak (derived lipids)
Contohnya : asam lemak, gliserol, keton, hormon, vitamin larut lemak, steroid, karotenoid, aldehid asam lemak, lilin dan hidrokarbon.
2. Berdasarkan kejenuhannya
         a. Asam lemak jenuh
  Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak jenuh mempunyai rantai zig-zig yang dapat cocok satu sama lain, sehingga gaya tarik vanderwalls tinggi, sehingga biasanya berwujud padat. Contohnya ialah : asam butirat, asam palmitat, asam stearat.
         b. Asam lemak tak jenuh
Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya . asam lemak dengan lebih dari satu ikatan dua tidak lazim,terutama terdapat pada minyak nabati,minyak ini disebut poliunsaturat. Trigliserida tak jenuh ganda (poli-unsaturat) cenderung berbentuk minyak. Contohnya ialah : asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat.
3. Berdasarkan sifat mengering
        a. Minyak mengering (drying oil)
Minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika kena oksidasi , dan akan berubah menjadi lapisan tebal , bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Contoh: minyak kacang kedelai, minyakbiji karet
        b. Minyak setengah mengering (semi-drying oil)
Minyak yang mempunyai daya mengering yang lebih lambat. Contohnya: minyak biji kapas  minyak bunga matahari
        c. Minyak tidak mengering (non drying oil)
Contohnya : minyak zaitun, minyak buah persik, minyak kacang, dan minyak sapi

B. Sifat-sifat Kimia Lemak dan Minyak
1. Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan untuk merubah asam-asam lemak bebas dari trigliserida, menjadi bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut interifikasi serta penukaran ester (transesterifikasi)
2. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisis, lemak dan minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini mengakibatkan kerusakan lemak dan minyak. Hal ini terjadi disebabkan adanya sejumlah air dalam lemak dan minyak tersebut.
3. Penyabunan
Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah larutan basa kepada trigliserida. Bila reaksi penyabunan telah selesai, maka lapisan air yang mengandung gliserol dapat dipisahkan dengan cara penyulingan.
4. Hidrogenasi
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai karbon asam lemak atau minyak Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan disaring. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhan.
5. Pembentukan keton
Keton dihasilkan melalui penguraian dengan cara hidrolisa ester.
6. Oksidasi
Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan lemak atau minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada lemak atau minyak.

C. Pengujian
Pengujian lemak dan minyak yang umum dilakukan dapat dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan tujuannya yaitu;
1. Penentuan sifat fisik dan kimia minyak dan lemak. Data ini dapat diperoleh dari titik cair, bobot jenis, indeks bias, bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, bilangan iod, bilangan peroksida, bilangan Polenske, bilangan Krischner, bilangan Reichert-Meissel, komposisi asam-asam lemak, dan sebagainya.
2. Penentuan kuantitatif, yaitu penentuan kadar lemak dan minyak yang terdapat dalam bahan mkanan atau bahan pertanian.
3. Penentuan kualitas minyak sebagai bahan makanan, yang berkaitan dengan proses pengolahannya (ekstraksi) seperti ada tidaknya penjernihan (refining), penghilangan bau (deodorizing), penghilangan warna (bleaching). Penentuan kualitas minyak ini juga berkaitan dengan tingkat kemurnian minyak, daya tahannya selama penyimpanan, sifat gorengnya, baunya maupun rasanya. Parameter yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas ini semua dapat dilihat dari sebearapa besar angka asam lemak bebasnya (free fatty acid atau FFA), angka peroksida, tingkat ketengikan dan kadar air.

a. Cara Fisika
- Titik Cair
Titik cair suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemak penyusunnya, diantaranya panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tak jenuh. Semakin panjang rantai C-nya maka titik cair semakin tinggi. Sebaliknya, semakin banyak ikatan rangkap, maka titik cair semakin rendah. Hal ini disebabkan ikatan rangkap antar molekul asam lemak tak jenuh tidak lurus sehingga kurang kuat ikatannya. Adapun bentuk trans menyebabkan titik cair lebih tinggi daripada asam lemak dalam bentuk cis.
- Bobot Jenis
Merupakan perbandingan berat suatu volume minyak pada suhu 25 0C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Bobot jenis ini dapat diukur menggunakan alat yang dinamakan piknometer.
- Indeks Bias
Pengukuran indeks bias berguna untuk menguji kemurnian minyak atau lemak. Semakin panjang rantai C, semakin banyak ikatan rangkap, dan semakin tinggi suhu berbanding lurus dengan besarnya indeks bias. Pengukuran indeks bias minyak dilakukan pada suhu 25 0C dan lemak pada suhu 40 0C. Alat yang digunakan untuk mengukur indeks bias ini dinamakan refraktometer.

b. Cara Kimia
- Bilangan Asam
Didefiniskan sebagai jumlah KOH (mg) yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram zat. Bilangan asam ini menunjukan banyaknya asam lemak bebas dalam suatu lemak atau minyak. Penentuannya dilakukan dengan cara titrasi menggunakan KOH-alkohol dengan ditambahkan indikator pp.
- Bilangan Penyabunan
Didefiniskan sebagai jumlah KOH (mg) yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas dan asam lemak hasil hidrolisis dalam 1 gram zat. Penentuannya dilakukan dengan cara me-refluks dengan larutan KOH-alkohol selama 30 menit, didinginkan, lalu dititrasi kembali kelebihan KOH dengan larutan baku HCL.
- Bilangan Ester
Didefiniskan sebagai jumlah KOH (mg) yang diperlukan untuk menyabunkan satu (1) gram zat. Bilangan ester = bilangan penyabunan – bilangan asam.
- Bilangan Iod
Didefinisikan sebagai jumlah Iodium (mg) yang diserap oleh 100 g sampel. Bilangan iod ini menunjukan banyaknya asam-asam lemak tak jenuh baik dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk ester-nya disebabkan sifat asam lemak tak jenuh yang sangat mudah menyerap iodium.
- Bilangan Peroksida
Didefiniskan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg) minyak atau lemak. Bilangan peroksida ini menunjukan tingkat kerusakan lemak atau minyak.

c. Analisis Lemak Total
- Ekstraksi menggunakan pelarut non polar dalam suasana asam à dikeringkan à labu ditimbang. Dihitung selisih antara labu kosong dengan labu akhir pengujian.
- Kadar Lemak Total = w.awal – w.akhir x 100%
w.bahan
Referensi :
- Herlina, Netti dan Ginting, M Hendra, 2002, Lemak dan Minyak, Jurusan Teknik Kimia Universitas Sumatra Utara.
- Rohman, Abdul dan Soemantri, 2007, Analisis Makanan, UGM Press, Yogyakarta

Jumat, 23 Maret 2012

Analisis Karbohidrat


Secara sederhana dapat diartikan bahwa karbohidrat ialah suatu senyawa yang terdiri dari molekul-molekul karbon (C), hydrogen (H) dan oksigen (O) atau karbon dan hidrat (H2O) sehingga dinamaka karbo-hidrat. Dalam tumbuhan senyawa ini dibentuk melaui proses fotosintesis antara air (H2O) dengan karbondioksida (CO2) dengan bantuan sinra matahari (UV) menghasilkan senyawa sakarida dengan rumus (CH2O)n.

Ada banyak fungsi dari karbohidrat dalam penerapannya di industri pangan, farmasi maupun dalam kehidupan manusia sehari-hari. Diantara fungsi dan kegunaan itu ialah :
a. Sebagai sumber kalori atau energi
b. Sebagai bahan pemanis dan pengawet
c. Sebagai bahan pengisi dan pembentuk
d. Sebagai bahan penstabil
e. Sebagai sumber flavor (karamel)
f. Sebagai sumber serat

Karbohidrat dapat digolongan menjadi dua (2) macam yaitu karbohidrat sederhana dengan karbohidrat komplek atau dapat pula menjadi tiga (3) macam, yaitu :
a. Monosakarida (karbohidrat tunggal)
Kelompok monosakarida dibedakan menjadi dua (2) macam, yaitu pentosa yang tersusun dari lima (5) atom karbon (arabinosa, ribose, xylosa) dan heksosa yang tersusun dari enam (6) atom karbon (fruktosa/levulosa, glukosa, dan galaktosa).
Struktu glukosa dan fruktosa digunakan sebagai dasar untuk membedakan antara gula reduksi dan gula non-reduksi. Penamaan gula reduksi ialah didasarkan pada adanya gugus aldehid (–CHO pada glukosa dan galaktosa) yang dapat mereduksi larutan Cu2SO4 membentuk endapan merah bata. Adapun gula non-reduksi ialah gula yang tidak dapat mereduksi akibat tidak adanya gugus aldehid seperti pada fruktosa dan sukrosa/dektrosa yang memiliki gugus keton (C=O).

b. Oligosakarida (tersusun dari beberapa monosakarida)
Kelompok ini terdiri dari banyak jenis, seperti disakarida, trisakarida, tetrasakarida, dll. Namun paling banyak dipelajari ialah kelompok disakarida yang terdiri dari maltosa, laktosa dan sukrosa (dekstrosa). Dua dari jenis disakarida ini termasuk gula reduksi (laktosa dan maltosa) sedangkan sukrosa tidak termasuk gula reduksi (nonreducing).

c. Polisakarida (tersusun lebih dari 10 monosakarida)
Kelompok ini terdiri dari tiga (3) jenis yaitu :
1. Homopolisakarida
Yaitu polisakarida yang tersusun atas satu jenis dari monosakarida yang diikat oleh ikatan glikosida, seperti galactan, mannan, fructosans, dan glucosans (cellulose, dextrin, glycogen, dan starch/pati)
2. Heteropolisakarida
3. Polisakarida mengandung N (chitin)
          
          Pengujian Karbohidrat
a. Uji Kualitatif
Pengujian ini dapat dilakukan dengan dua (2) macam cara, yaitu; pertama menggunakan reaksi pembentukan warna dan yang kedua menggunakan prinsip kromatografi (TLC/Thin Layer Cromatograpgy, GC/Gas Cromatography, HPLC/High Performance Liquid Cromatography). Dikarenakan efisiensi pengujian, pada umumnya untuk pengujian secara kualitatif hanya digunakan prinsip yang pertama yaitu adanya pembentukan warna sebagai dasar penentuan kandungan karbohidrat dalam suatu bahan. Sedikitnya ada tujuh (7) macam reaksi pembentukan warna, yaitu :
1. Reaksi Molisch
KH (pentose) + H2SO4 pekat à furfural à + a naftol à warna ungu
KH (heksosa) + H2SO4 pekat à HM-furfural à + a naftol à warna ungu
Kedua macam reaksi diatas berlaku umum, baik untuk aldosa (-CHO) maupun karbohidrat kelompok ketosa (C=O).
2. Reaksi Benedict
KH + camp CuSO4, Na-Sitrat, Na2CO3 à Cu2O endapan merah bata
3. Reaksi Barfoed
KH + camp CuSO4 dan CH3COOH à Cu2O endapan merah bata
4. Reaksi Fehling
KH + camp CuSO4, K-Na-tatrat, NaOH à Cu2O endapan merah bata
Ketiga reaksi diatas memiliki prinsip yang hampir sama, yaitu menggunakan gugus aldehid pada gula untuk mereduksi senyawa Cu2SO4 menjadi Cu2O (enpadan berwarna merah bata) setelah dipanaskan pada suasana basa (Benedict dan Fehling) atau asam (Barfoed) dengan ditambahkan agen pengikat (chelating agent) seperti Na-sitrat dan K-Na-tatrat.
5. Reaksi Iodium
KH (poilisakarida) + Iod (I2) à warna spesifik (biru kehitaman)
6. Reaksi Seliwanoff
KH (ketosa) + H2SO4 à furfural à + resorsinol à warna merah.
KH (aldosa) + H2SO4 à furfural à + resorsinol à negatif
7. Reaksi Osazon
Reaksi ini dapat digunakan baik untuk larutan aldosa maupun ketosa, yaitu dengan menambahkan larutan fenilhidrazin, lalu dipanaskan hingga terbentuk kristal berwarna kuning yang dinamakan hidrazon (osazon).

b. Uji Kuantitatif
Untuk penetapan kadar karbohidrat dapat dilakukan dengan metode fisika, kimia, enzimatik, dan kromatografi (tidak dibahas).
                        1. Metode Fisika
Ada dua (2) macam, yaitu :
a. Berdasarkan indeks bias
Cara ini menggunakan alat yang dinamakan refraktometer, yaitu dengan rumus :
X = [(A+B)C - BD)]
4
dimana :
X = % sukrosa atau gula yang diperoleh
A = berat larutan sampel (g)
B = berat larutan pengencer (g)
C = % sukrosa dalam camp A dan B dalam tabel
D = % sukrosa dalam pengencer B
b. Berdasarkan rotasi optis
Cara ini digunakan berdasarkan sifat optis dari gula yang memiliki struktur asimetrs (dapat memutar bidang polarisasi) sehingga dapat diukur menggunakan alat yang dinamakan polarimeter atau polarimeter digital (dapat diketahui hasilnya langsung) yang dinamakan sakarimeter.
Menurut hokum Biot; “besarnya rotasi optis tiap individu gula sebanding dengan konsentrasi larutan dan tebal cairan” sehingga dapat dihitung menggunakan rumus :
[a] D20 = 100 A
L x C
dimana :
[a] D20 = rotasi jenis pada suhu 20 oC menggunakan
D = sinar kuning pada panjang gelombang 589 nm dari lampu Na
A = sudut putar yang diamati
C = kadar (dalam g/100 ml)
L = panjang tabung (dm)
sehingga C = 100 A
L x [a] D20
                 
                  2. Metode Kimia
Metode ini didasarkan pada sifat mereduksi gula, seperti glukosa, galaktosa, dan fruktosa (kecuali sukrosa karena tidak memiliki gugus aldehid). Fruktosa meskipun tidak memiliki gugus aldehid, namun memiliki gugus alfa hidroksi keton, sehingga tetap dapat bereaksi.
Dalam metode kimia ini ada dua (2) macam cara yaitu :
a. Titrasi
Untuk cara yang pertama ini dapat melihat metode yang telah distandarisasi oleh BSN yaitu pada SNI cara uji makanan dan minuman nomor SNI 01-2892-1992.
b. Spektrofotometri
Adapun untuk cara yang kedua ini menggunakan prinsip reaksi reduksi CuSO4 oleh gugus karbonil pada gula reduksi yang setelah dipanaskan terbentuk endapan kupru oksida (Cu2O) kemudian ditambahkan Na-sitrat dan Na-tatrat serta asam fosfomolibdat sehingga terbentuk suatu komplek senyawa berwarna biru yang dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm.
                 
                 3. Metode Enzimatik
Untuk metode enzimatis ini, sangat tepat digunakan untuk penentuan kagar suatu gula secara individual, disebabkan kerja enzim yang sangat spesifik. Contoh enzim yang dapat digunakan ialah glukosa oksidase dan heksokinase Keduanya digunakan untuk mengukur kadar glukosa.
a. Glukosa oksidase
D- Glukosa + O2 oleh glukosa oksidase à Asam glukonat dan H2O2
H2O2 + O-disianidin oleh enzim peroksidase à 2H2O + O-disianidin teroksdasi yang berwarna cokelat (dapat diukur pada l 540 nm)
b. Heksokinase
D-Glukosa + ATP oleh heksokinase à Glukosa-6-Phospat +ADP
Glukosa-6-Phospat + NADP+ oleh glukosa-6-phospat dehidrogenase à Glukonat-6-Phospat + NADPH + H+ Adanya NADPH yang dapat berpendar (memiliki gugus kromofor) dapat diukur pada l 334 nm dimana jumlah NADPH yang terbentuk setara dengan jumlah glukosa.

Referensi : Rohman, Abdul dan Soemantri, 2007, Analisis Makanan, UGM Press, Yogyakarta

Kamis, 01 Maret 2012

Analisis Protein Kasar


Fungsi Protein
o Zat pembentuk sel baru
o Zat penyusun sel seperti; nukleoprotein, enzim, hormon, antibodi, dan kontraksi
o Zat pengganti sel rusak
o Sumber energi (4 kkal/gram)

Pengertian
o Polimer dengan asam amino sebagai monomer-monomernya.
o Polipeptida rantai panjang dengan salah satu ujungnya berupa asam karboksilat dan ujung lainnya gugus amina.
o Makromolekul (BM > 40.000) dan termasuk juga kelompok makronutrien.

Pengujian
o Kualitatif
1. Biuret
Protein + (CuSO4++NaOH 20 %) à biru lembayung
2. Millon
Protein + Hg2(NO3)2 à merah (gugus fenol pada asam amino tirosin)
3. Ninhidrin
Protein + pereaksi ninhidrin à biru lembayung
o Kuantitatif
1. Volumetri
- Kjeldahl
Mengukur kadar protein total berdasarkan jumlah nitrogen yang terdapat dalam sampel à cocok untuk protein tak larut atau terkoagulasi akibat pemanasan dalam pengolahan.
Prinsipnya ialah melakukan tiga tahap pengujian, yaitu :
- Destruksi : mengubah N dalam protein menjadi (NH4) 2SO4
- Destilasi : memecah (NH4)2SO4 à NH3 ditangkap oleh asam
                        - Titrasi : mengukur sisa asam yang tidak bereaksi dengan NH3
                  Kadar protein akhir dihitung berdasarkan rumus sbg berikut :
= V NaOH (blanko) – V NaOH (sampel) x N NaOH x 14,008 x 100% Fk
sampel (mg)
- Titrasi Formol
Gugus amina diikat oleh formaldehid, sehingga protein menjadi bersifat asam à dapat dititrasi menggunakan basa NaOH à cocok untuk produk susu.
2. Gasometri
  Protein + asam nitrit menghasilkan gas N2 à dimurnikan dengan kalium permanganat kemudian dapat diukur volumenya dalam satu tempat tertentu. Metode ini lebih selektif daripada metode Kjeldahl disebabkan hanya bereaksi dengan gugus amin alifatik primer saja.
3. Spektrometri
     Metode ini tepat digunakan untuk sampel yang mengandung protein terlarut, seperti pada produk-produk hasil ternak (telur dan daging) serta biji-bijian yang belum mengalami perubahan akibat pemanasan/pengolahan. Ada dua jenis sinar yang digunakan dalam metode ini, yaitu menggunakan sinar UV atau sinar tampak (visibel). Adanya gugus aromatik pada asam-asam amino seperti fenilalanin, tirosin, dan triptofan dapat menangkap sinar UV. Adapun jika menggunakan sinar tampak, maka terlebih dahulu diperlukan penambahan pereaksi, seperti tiga (3) macam reaksi berikut :
- Metode Biuret
Reaksi antara ikatan peptida dalam protein dengan logam Cu pada suasana basa menghasilkan komplek warna biru yang dapat diukur secara spektrofotometri pada λ 540 – 560 nm. Metode ini tepat untuk produk tepung-tepungan, gandum, darah, dan anggur.
- Metode Folin Ciocalteu
Metode ini didasarkan pada reduksi pereaksi Folin (asam fosmolibdat dan asam fosfotungsat) oleh gugus fenol pada tirosin dan triptofan menghasilkan molibdenum warna biru yang dapat diukur secara kolorimetri/ spektrofotometri. Cara ini relatif lebih cepat dan lebih peka, namun warna yang dihasilkan kurang stabil
- Metode Lowry
Metode ini merupakan pengembangan dan penggabungan dari metode Biuret dan metode Folin yang dilakukan oleh Lowry kurang lebih 45 tahun yang lalu. Adanya inti aromatis pada asam amino tirosin, triptofan, dan fenilalanin akan mereduksi kedua macam perekasi Lowry A (asam fosfomolibdat : asam fosfotungsat 1:1) menjadi molibdenum yang berwarna biru yang selanjutnya ditambahkan perekasi Lowry B (CuSO4 + Na2CO3 2% dalam NaOH 0,1 N + K Na-tatrat 2%) sehingga menghasilkan warna yang lebih stabil dan dapat diukur absorbansinya pada λ 600 nm. Metode ini lebih senditif daripada metode Biuret.
4. Spektrofuorometri
      Asam amino tirosin dan triptofan dapat berfluorosensi pada λ eksitasi 280 nm dan λ emisi 348 nm. Keuntungan metode ini ialah lebih sensitif daripada menggunakan spektrofotometri UV karena dalam kadar yang lebih kecil mampu membrikan respon yang lebih tajam, serta lebih selektif karena tidak semua senyawa dapat berfluorosensi.
5. Tubidimetri
    Metode ini didasarkan pada kekeruhan, dimana protein dalam suatu sampel dapat diendapkan dengan ditambahkan bahan pengendap protein, seperti asam trikloroasetat, kalium feri sianida, dam asam sulfosalisilat. Kurva baku dapat dibuat untuk mengubungkan antara tingkat kekeruhan sampel dengan kadar protein dalam sampel. Semakin tinggi tingkat kekeruhan sampel menunjukan semakin tinggi pula kadar proteinnya. Metode ini jarang dilakukan.
6. Pengikatan Zat Warna
Adanya gugus polar dalam protein dapat mengikat zat warna yang bermuatan berlawanan dengan muatan protein membentuk komplek warna yang tak larut. Zat warna yang sering digunakan ialah zat warna asidik seperti Amino Black 10B (λ maks 615 nm) dan Orange G (λ maks 485 nm) karena memiliki 2 gugus –SO3H (negatif) sehingga akan berikatan kuat dengan gugus amina yang bersifat basa dari protein.
7. Kromatografi
- Kromatografi Kertas dan Krom.Lapis Tipis
Metode ini sudah jarang dilakukan dengan ditemukannya metode lain yang lebih peka dan sensitif serta memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi, seperti KCKT dan KG.
- KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
Metode ini merupakan penyempurnaan dari metode-metode yang telah ada, seperti spektrofotometri UV dan sinar tampak yang tidak mampu mendeteksi asam-asam amino yang tidak memiliki gugus aromatis. Untuk dapat mendeteksinya, diperlukan satu perlakuan tambahan terlebih dahulu, yaitu dengan menderivatisasi menjadi asam-asam amino yang dapat dideteksi (berfluorosen). Oleh karena itu, penting disini ialah pemilihan satu perekasi penderivat, yaitu yang memiliki syarat-syarat minimal, seperti :
- Mampu menghasilkan produk yang dapat ditangkap oleh sinar UV maupun sinar tampak (sepktrofotometri) ataupun dapat membentuk senyawa berfluorosen sehingga dapat diukur dengan spektrofulorometri.
- Mampu menghasilkan produk sebesar mungkin (100%)
- Mampu menghasilkan produk yang stabil selama prose derivatisasi mampun deteksi.

Referensi :
- Rohman, Abdul dan Soemantri, 2007, Analisis Makanan, UGM Press, Yogyakarta